Malam minggu ini berbeda dengan malam minggu biasanya. Hari ini bertepatan 14 Februari dan juga bertepatan dengan satu tahunnya Kevin dan Sarah berpacaran. Gerimis dari tadi menambah suasana menjadi lebih menghanyutkan.
Kevin, "Sayang, kamu cinta aku kan?"
Sarah, " Iya, aku cinta kamu, Kevin."
Kevin, "Kalau gitu, buktikan dong. Kita sudah 1 tahun pacaran. Buktikan. Malam ini adalah saat yang tepat. Orang-orang juga melakukannya saat 14 Februari, Valentine adalah hari kasih-sayang katanya."
Sarah, "Maksudnya gimana ya?"
Kevin, "Ayo buktikan cinta dengan kita tidur bareng, sebentar aja deh. Mumpung sekarang di rumah kontrakkan ku sepi. Ini temanku lagi pada pulang kampung. Kamu temenin aku bobok di kamar deh."
Sarah, "Ehmm gimana ya? Apa harus seperti itu ? Aku takut."
Kevin (mulai nada kesal), "Loh, kamu bilang kamu cinta sepenuhnya padaku. Ya mestinya kita siap saling memberikan jiwa raga kita seutuhnya. Aku siap, kamu pun harus siap. Gimana sih kamu ? Kalau kamu gak mau, berarti kamu gak cinta ? Ya udah, kita putus aja kalau gitu." (sambil membalikkan badan).
Sarah (bingung), "sayang, jangan putus please...."
Itu adalah sekelumit percakapan dari remaja SMA yang sedang berpacaran. Sekarang pacaran tidak hanya identik dengan pertemanan dekat yang saling cinta, sayang, dan mendukung tetapi juga mengarah pada pergaulan bebas atau perilaku seks pranikah remaja.
Survei membuktikan bahwa perilaku seks pranikah remaja SMP dan SMA sudah menjadi permasalahan serius. Data tentang remaja melakukan perilaku seks pranikah dapat dilihat pada hasil Survei Kinerja Akuntabilitas Program (SKAP 2019). Di Jawa Tengah ada sekitar 1,9 persen remaja laki-laki yang sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sementara remaja perempuan sebanyak 0,4 persen (BKKBN, 2019).
Dalam data SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) 2017 tercatat bahwa kelompok umur remaja yaitu 15-17 tahun merupakan kelompok umur mulai pacaran pertama kali, terdapat 45% perempuan dan 44% laki-laki. Berdasarkan hasil survey tersebut tercatat bahwa kebanyakan laki-laki dan perempuan mengaku saat berpacaran melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas yang dilakukan seperti berpegangan tangan 64% perempuan, dan 75% laki-laki, berpelukan 17% perempuan dan 33% laki-laki, cium bibir 30% perempuan dan 50% laki-laki dan meraba/diraba 5% perempuan dan 22% laki-laki. Selain itu dilaporkan perempuan dan laki-laki yang telah melakukan hubungan seksual pra nikah 59% perempuan dan 74% laki-laki. Terdapat hasil survey juga yang menyatakan bahwa mulai berhubungan seksual pertama kali pada umur 15-19 tahun. Presentase paling tinggi terjadi pada umur 17 tahun sebanyak 19%. Diantara remaja yang telah melakukan hubungan seksual dilaporkan 12% perempuan mengalami kehamilan tidak diinginkan dan 7% dilaporkan laki-laki yang pacarnya mempunyai dengan kehamilan tidak diinginkan. (BKKBN, 2017).
Berdasarkan hasil survei tersebut dapat terlihat bahwa perilaku seks pranikah remaja sudah cukup memprihatinkan. TIdak sedikit remaja yang sudah melakukan perilaku seks pranikah tersebut. Padahal dampaknya dapat mengakibatkan penularan HIV-AIDS, pembuangan bayi, dan depresi remaja perempuan.
Di kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah penderita HIV/AIDS didominasi para remaja usia 16-20 tahun. Data dari Direktorat PLP Kemenkes, ternyata Jateng menduduki peringkat ke empat tertinggi untuk jumlah kasus HIV AIDS setelah Papua. Jumlah pengidap sekitar 19.272 orang (Arifin, 2018).
Data yang dikeluarkan Indonesian Police Watch (IPW) mencatat bahwa sepanjang tahun 2017 di provinsi Jawa Tengah ada 13 kejadian kasus pembuangan bayi baru lahir . Kasusnya 4 bayi meninggal dunia dan 9 hidup. Bayi-bayi yang dibuang kemungkinan besar proses persalinannya tanpa bantuan tenaga medis. Hal ini bisa membahayakan nyawa ibu dan bayinya. (Ass,2018).
Kemudian terdapat berita menyebutkan bahwa kasus remaja perempuan berusia 15 tahun siswa SMP yang membuang bayi perempuannya di Kampung Leuweung Gede RT 7 RW 11 Kelurahan Cibeureum Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi menimbulkan keprihatinan. (Pikiran Rakyat).
Untuk itulah, pentingnya para remaja memahami ilmu kesehatan reproduksi dan memiliki kemampuan asertivitas. Dengan memahami ilmu kesehatan reproduksi dan memilki kemampuan asertivitas, diharapkan para remaja berusaha menjaga tubuhnya dan tidak melakukan perilaku seks pranikah.
Reproduksi merupakan proses kehidupan manusia dalam menghasilkan kembali keturunan. Akan tetapi, seringnya istiah reproduksi ini hanya dianggap sebatas masalah seksual atau hubungan intim. Sehingga, banyak orang dewasa baik orang tua maupun guru yang merasa tidak nyaman untuk membicarakan tema tersebut pada remaja.
Padahal, kesehatan reproduksi adalah mempelajari sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Kurangnya edukasi terhadap hal yang berkaitan dengan reproduksi nyatanya dapat memicu terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Hal yang sering terjadi karena kurangnya sosialiasi dan edukasi adalah penyakit seksual menular, penularan HIV-AIDS, kehamilan di usia muda, hingga aborsi yang berakibat pada hilangnya nyawa remaja.
Pada dasarnya, remaja perlu memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Informasi ini meliputi menjaga kesehatan dan fungsi organ reproduksi. informasi yang benar terhadap pembahasan ini dapat menghindari remaja melakukan perilaku seks pranikah. Memiliki pengetahuan yang tepat terhadap proses reproduksi, serta cara menjaga kesehatannya, diharapkan mampu membuat remaja lebih bertanggung jawab. Terutama mengenai proses reproduksi, dan dapat berpikir ulang sebelum melakukan perilaku seks pranikah.Pengetahuan seputar masalah reproduksi tidak hanya wajib bagi remaja putri saja. Sebab, anak laki-laki juga harus mengetahui serta mengerti cara hidup dengan reproduksi yang sehat.
Pengetahuan kesehatan reproduksi meliputi :
Remaja juga perlu dibekali dengan kemampuan asertivitas. Asertivitas adalah kemampuan untuk menentukan pilihan dan berkata "tidak" (Lazarus, 1973, dalam Rakos, 1991). Kemudian menurut Alberti dan Emmons (2002), aseritivitas merupakan perilaku berani menyatakan pendapat dan hak tanpa mengalami ketakutan atau rasa bersalah tanpa melanggar hak orang lain. Santrock (2008), asertivitas adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan keinginan, perasaan, dan segala pikiran apa adanya, tanpa menyinggung individu lain dan tetap mempertahankan hak-hak pribadi diri sendiri.
Bagaimana caranya agar memiliki kemampuan asertivitas ? Rathus dan Nevid (dalam Fansterhem dan Baer, 2005) menyatakan salah satu faktor yang memengaruhi terbentuknya asertivitas adalah kepercayaan diri. (Fansterhem dan Baer, 2005), harga diri adalah keyakinan individu untuk memengaruhi dalam kemampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan. Individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi menyebabkan individu dapat dengan mudah mengungkapkan dan perasaan tanpa merugikan diri sendiri dan orang sekitarnya.
Diharapkan, para remaja yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kemampuan asertivitas dapat memiliki keberanian untuk mengatakan "tidak" terhadap perilaku seks pranikah. Sehingga, kita harapkan bersama kelanjutan percakapan antara Kevin dan Sarah berikut ini :
Sarah. "Sayang, kita tuh masih SMA. Masa depan kita masih panjang. Aku pernah searching artikel tentang bahayanya perilaku seks pranikah. Coba nih kita baca bareng-bareng. Kalau saling cinta dan sayang, pasti kita saling menjaga dong. Aku nggak mau hamil di usia begini. Daripada menyesal belakangan, lebih baik kita cegah. Iya kan? Ya kalo kita memang cinta dan sayang, ya kita saling dukung untuk masa depan kita berdua. Kita selesaikan sekolah dan kuliah, lalu kerja, dan kita bisa menikah."
Kevin (terdiam agak lama), "Ehmmm, yaa......kamu ada benernya juga sih. Aku ya pernah dapat kabar dari temennya temenku. Kamu mungkin kenal. Dia anak sekolah SMA Anu. Namanya Andini. Gara-gara hamil sebelum menikah, dia harus keluar dari sekolahnya. Ya..sekarang dia udah pindah ke luar kota. Kebayang juga sih misal tiba-tiba kamu hamil di tahun-tahun gini. Ok sayang, kita semangat selesaikan sekolah, kuliah, trus kerja. Trus kita bisa menikah, naah kita bisa bobok bareng terus. Hahaha."
Sarah, "Ihhh, pikiranmu itu lho. Selangkangan melulu. Yaa, makasih kalo kamu udah paham. Hayuk kita berjuang bersama untuk hubungan cinta kita. Fighting."(Tersenyum manis).
Kevin dan Sarah saling berpegangan tangan dan tersenyum. Matahari mulai menyinari langit, tanda gerimis mulai selesai menunaikan tugasnya. Kevin dan Sarah menuju keluar rumah dan berkendara mengarungi jalan yang basah karena diterpa gerimis tadi.
=========================================================================
Referensi
Alberti & Emmons (2002). Your Perfect Right. Jakarta : Elex Media Komputindo. Arifin. (2018). Jumlah Penderita HIV AIDS Di Jateng Duduki Peringkat Ke empat Nasional Setelah Papua.
http://jateng.tribunnews.com/2018/11/22/jumlah-penderita-hiv-aids-di-jateng-duduki-peringkat-keempat-nasional-setelah-papua. Ass. (2018). Sepanjang 2017, Kasus LGBT dan Seks Mengkhawatirkan.
https://www.panjimas.com/news/2018/01/02/ipw-sepanjang-2017-kasus-lgbt-dan-seks-bebas-mengkhawatirkan/IPW: Sepanjang 2017, Kasus LGBT dan Seks Bebas Mengkhawatirkan.
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. (2013). Kurikulum Diklat Teknis Pengelolaan PIK Remaja/Mahasiswa Bagi Pengelola, Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya PIK Remaja/Mahasiswa. Jakarta.
BKKBN, Direktorat Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Promosi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Bagi Kelompok Kegiatan PIK Remaja (PIK R). 2017
BKKBN. (2017). Survei Demografi Dan Kesehatan?: Kesehatan Reproduksi Remaja 2017. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, 1ââ¬â606. http://www.dhsprogram.com.
Fensterhem, H., & Baer, J. (2005). Jangan Bilang Ya Jika Anda Mengatakan TIdak. Alih Bahasa Budithjaya. Jakarta : Gunung Jati.
Rakos, Richard. F. 1991. Assertive behavior : Theory, Research, and Training. London : Routledge.
Santrock, J. W. (2008). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga.
https://www.halodoc.com/artikel/pentingnya-pengetahuan-kesehatan-reproduksi-bagi- remaja
https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01331156/miris-siswa-smp-buang-bayi-di- cimahi-jadi-bukti-secara-psikologis-belum-siap-menerima-tanggungjawab.
=========
Tentang Penulis
NIKE FATIASARI
lahir di Samarinda, Kalimantan Timur. Penulis berkecimpung dalam dunia psikologi setelah lulus S-1 Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia, kemudian melanjutkan S-2 dan Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kegiatan penulis adalah ibu rumah tangga, konselor, dan dosen. Penulis pernah menjadi tenaga rekruitmen di Assesmen Center Training dan Trainer Pemulihan Pascagempa. Bunda dari dua anak ini memiliki hobi menyulam dan membaca. Di sela-sela kesibukannya, penulis mencoba untuk menuangkan apa yang dirasakan atau dialami atau dipikirkan atau ide-ide melalui kegiatan menulis. Karya pertama berjudul Goresan Sederhana (Jagalah Masa Remajamu). Buku kedua berjudul "Deru Ombak". Karya ilmiah berjudul "Hubungan Antara Persepsi terhadap Perlakuan Orang Tua dengan Agresivitas pada Saudara Kandung" pernah penulis presentasikan dalam acara Temu Ilmiah Psikologi Indonesia di Universitas Indonesia, Depok, Jakarta, dan dipublikasikan dalam Jurnal Psikologi Indonesia.
Jatuh-Bangkit Seperti Bola Bekel
Kamu Tim Growth Mindset atau Fixed Mindset?
Remaja Juga Bisa
Toxic Relationship VS Healthy Relationship
Kenapa Belajar Perlu Motivasi?
Apa Itu Toxic Relationship?
BERJUANG MERAIH MIMPI
Menjadi Kreatif, Kenapa Nggak?
Tumbuh berkembang bersama sahabat
Antara Passion dan Career, Mana yang Lebih Diutamakan?
Jadikan Membacamu Lebih Asyik
Katakan TIDAK pada Rayuan Pacar
@PSIMAS, 2020. ALL RIGHTS RESERVED